PETI Hancurkan Sungai Piudang, Warga Tuntut Pertanggungjawaban dan Pemulihan Lingkungan

SINDOTIMES. COM– Sungai Piudang di Kenegerian Kari, Kuantan Singingi, kini tak lebih dari aliran air keruh berlumpur akibat aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)

Pemandangan Sungai Piudang kini sangat memprihatinkan. Warna airnya berubah total menjadi kuning kecoklatan dan dipenuhi lumpur tebal.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan laporan dari masyarakat oknum yang melakukan aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) ini berinisial (WL). Pelaku bekerja di aliran sungai menggunakan alat berat untuk mengeruk sungai dan satu unit rakit peti, bahkan hampir menyebabkan tertutupnya aliran sungai.

Warga berencana membawa kasus ini ke ranah hukum, menuntut pertanggungjawaban dari pelaku WL dan pemilik tanah yang menyewakan lokasi untuk aktifitas PETI ini.

Kerusakan ini tidak hanya menghilangkan sumber air bersih, tetapi juga memutus mata pencaharian warga. Masyarakat tak bisa lagi menangkap ikan, sementara petani kesulitan mendapatkan air bersih untuk mengairi lahan.

Menanggapi keluhan warga, Polda Riau dan Polres Kuansing telah melakukan penertiban beberapa hari lalu yang berhasil menghentikan aktivitas ilegal tersebut.

Namun, warga menilai tindakan ini belum cukup. Mereka mendesak agar pelaku bertanggung jawab atas kerusakan yang telah ditimbulkan dan berharap ada upaya serius dari mereka untuk memulihkan kembali kondisi sungai.

Dengan niat bulat, warga Kenegerian Kari berencana membawa kasus ini ke jalur hukum melalui Lembaga Adat Kenegerian Kari. Mereka berharap laporannya akan mendorong tindakan nyata, tidak hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk merehabilitasi ekosistem Sungai Piudang agar kembali lestari.

Ancaman Pidana bagi Pelaku dan Penyedia Lahan
Berdasarkan Undang-Undang, para pelaku perusakan lingkungan dapat dijerat dengan sanksi pidana.

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelaku perusakan sungai dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.

Sementara itu, bagi penyedia lahan untuk kegiatan tambang ilegal, sanksi pidana diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Penyedia lahan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar karena melakukan usaha penambangan tanpa izin.

Selain itu, denda paling banyak Rp100 miliar juga dapat dikenakan, serta sanksi pencabutan izin usaha jika pelakunya adalah badan hukum.

Penyedia lahan juga dapat diwajibkan untuk membayar ganti rugi atas kerusakan lingkungan dan sosial. (Nis)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *